Tuesday, July 17, 2012

*nyiur melodi si kenanga*


Aku menampik diri dari  hingar-bingar pesta
Gelak tawa, cerita, terdengar riuh gaduh berbaur tanpa tema.
Di warung kopi sudut pesantren mata berjelajah menilik lampau...
Jelas sekali kenang teringat akan banyak hal.
Kuak senyum mengembang wakilkan  kerinduan...
“kamu disini rupanya” seseorang mengejutkan ku dengan sapanya. Seseorang yang tak asing lagi bagi ku... kawan lama setelah 5 tahun tak jumpa  nampak tak terlihat berbeda. Senyum sederhana tutur halus masih melekat tak terlumat waktu nampaknya. Yazid al bisri... sebuah nama yang masih ku ingat dari deretan alumni tempat ini.
“hai, ,,” aku menjawab menyertakan sumringai hangat.
“lama sekali tak jumpa ya?... gimana kabarmu nafis”
“alhamdulilah sehat, kamu sendiri bagaimana, lama sekali  tak kesini?”
“iya, baru kali ini dapet cuti... jadi tak ku sia-siakan kesempatan haul kali ini”
Dia duduk di sampingku hanya bersekat  segelas kopi kikuk jawab tak bertemu pandang kita saling mengawang.
“kamu masih cantik seperti dulu fis...”
“terima kasih”
“kamu ingat dulu fis?!... bukankah di warung ini juga kamu membolos  mengaji serta minta ku temani.”
“iya,,, karena dulu kawan laki-laki yang bisa ku tipu kepolosannya untuk menaktrir kopi,  Cuma kamu”
“ha,,,ha,,,ha,,, o,,,, jadi itu alasannya?!”
“tidak aku bercanda. Kamu lawan bicara yang menyenangkan... itu kenapa selallu kuminta kau temani menghilangkan kejenuhan”
Berawal gurau, kebekuan mulai mencair diantara kita.
“ada yang tidak pernah ku katakan padamu fis,,,”
“apa itu?!”
“dulu aku mencintaimu, keceriaan  yang selallu menghiasi rona laku. serta kepiawaianmu dalam setiap kajian”
Hanya diam aku tak menjawab. Lugas kata yang harusnya beriringan rasa namun terdengar hampa,,,  entah kenapa?!.  Sikologis berbeda  mencuat rubah posisi urat wajahnya,,,,
“namun karena sahabatku mencintaimu pula, sengaja ku pendam” ia kembali menjelajahi ingatannya.
“aku tau... al faruq kan yang kau maksud?”
Heum,,,, helaan nafasnya berhembus panjang....
“lallu bagaimana perasaan mu?”
“dulu aku sempat menyukaimu. dari kesiapan waktu mu untuk menemani ku serta segala laku mu, aku pun paham kamu juga sebailiknya.”
“lantas kenpa kamu tidak mengatakannya pada ku”
“karena aku juga tau sahabatmu menyukaiku meskipun tidak pernah mengungkapkannya. Bukankah lebih bijak tidak meng egokan rasa serta berpilaku tidak menau untuk menjaga persahabatan bukan?!”
“kamu slallu pintar membaca isyarah fis,,,”
Diam...
Hanya dentuman raja alam menyela kata.
“kalau saat ini?!”
“(aku tersenyum, mengatur posisi kata untuk mengungkap rasa) itu dulu zid, aku sudah mengatur tanggal untuk pernikahanku sekarang”
“aku tau... di dalam kutemui perkumpulan alumni pun berkata kau akan menikah”
“ha....ha... bak artis sekali aku di perbincangkan dalam sebuah perkumpulan ( canda ku nampaknya tak membangkitkan selera  tawanya) kamu kapan akan menyusulku?!”
“entah fis.... entahlah...” desau panjang menggeluti.
diam...
Diam,,,
hening menyekat kata.  kalimat seakan runtuh menyeruak berhambur menjadi puing yang tak mungkin tersusun kembali... dentang randum rasa hasilkan getaran saraf –saraf badannya. Nampaknya ada yang tersimpan dari susunan katanya. Mulai bergulir sang embun di wajahnya. Jari menyeka sudut mata. Lempar pandang  ia tengadahkan muka ke langit pekat...
“maaf zid... aku minta maaf jika ada pertanyaanku yang salah”
“tidak fis,,, tidak  ada yang salah. Aku memang selallu begini jika mengingatnya”
Getir senyum menadakan tanya besarku menyambut ucapnya....
“maksud mu?”
“selepas ku dari pesantren ini aku  mengikuti pendidikan ke polisian di bandung.  aku sempat menemukan seorang perempuan fis,,, dia cantik, renyah senyum serta santun tawanya mebuatku nyaman dalam posisi apapun, dia pun sama mengambil pendidikan sepertiku”
Yazid meraih gelas kopi ku, untuk sekedar mengatur ceritanya... aku menyimak tenang, setiap pilah kalimatnya....
“namanya lia amalia. Dalam kurun waktu satu taun aku mengenalnya, dia sempat mengirimi makanan ke barak untuk ku. Dan jika ada kesempatan bertemu, dia mengajakku sholat berjamaah... hanya melihatnya, aku merasakan keteduhan fis,,,, hingga aku pun benar-benar mencintainya”
“lallu kamu mengungkapkannya?”
“ya,,, di akir perpisahan kita. Aku menyatakan rasa padanya”
“jawabnya bagaimana?” tak sabar rasa ingin tahu ku akan balas rasa pada sang pujaan hatinya
“dia hanya tersenyum manis fis,,, amat sangat manis. tak berkata apa pun dan pergi... sampai empat tahun dari perhitungan perpisahan kami, aku tak bertabik kabar”
Dia kembali diam. Aku tak berani bertanya apa pun dari wajah kuyu di depan ku.
“ aku sudah mencoba mencari alamat tempat tinggalnya, ternyata dia sudah pindah... aku juga sudah mencoba mencari nama serta segala hal tentangnya di IT. Tapi tetap tidak menemukannya. Dengan kerinduan yang  amat sangat mendalam aku hampir di buatnya menyerah fis... dan aku bertekad tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia.”
Dia melanjutkan ceritanya. Seolah tau segala tanya dalam benakku,  pemaparannya lugas.
 Aku tak berkomentar apapun, cukup redup tertelan sepi prakata kita terkikis, hanya menemaninya dalam lamun pandang mata terkuasai trawang.
Ada kebanggaan di balik rasa kasihan kepada sesosok empunya tubuh kekar disamping ku itu. Hilir angin mulai menusuk sum-sum,,, tak terasa dentang jam sudah menunjukan pukul 24.00 WIB. Kami tak bergeming dalam tempat bersanding kopi ini. Angin malam tertapik hangat karena rasa haru,,, wajah garang itu terlihat  sendu dalam gebu rindunya...
"wajah mu terlihat buruk sekali ketika bersedih zid,,, he,,,he,,,"
dia membalas tawa ku,,,
"kamu memang teman yang baik fis,,, terima kasih telah menjadir pendengar terbaik kisahku".

No comments:

Post a Comment