Ia duduk di alun-alun kota, pandangannya luas kecakrawala, melang-lang buana mencari gurat-gurat cerita, menerobos norma pada penjara wanita, ranum bisu menjadi tawarnya menikmati segala yang ada, dinding trotoar jadikan hempas lelah dari langkahnya.
Ia berwajah sendu, senyumnya menjadi tabik setiap orang yang ingin ia ajak bicara, suaranya yang lembut menjadi sambut dalam kabut. Sesekali ia memesan kopi untuk mencairkan narasi pada orang yang ia temui
Pun juga malam ini. Si puan menyingkap malam demi kepuasaan dalam keingintahuan...
Seperti malam pada kebiasaan, si puan buaskan pandangan, tak hiraukan pekikikan angin yang mulai kian dingin, dalam kesendirian ia asyik pada lamunan. Banyak mobil bersuara bising dari mesin, asongan berkeliling dengan banyak tawaran. Di alun-alun kota ini tak pernah sepi manusia berdatangan. Namun lamunnya asyik tampa penghirauan.
tetap pada terawang ia heningkan segala pemikiran,,, ah!... dia memang puan jalang penyuka malam... malam dengan temaram yang guratkan resam dalam laku diam.
“kak samirah!!....” dari jauh seorang gadis kecil berlari menghampiri, umurnya sekitar 11 tahun. rambutnya merumbai tersibak angin malam. Kaki-kaki kecil itu melayang ringan menapakaki bumi dengan kaki tampa alas. Sampai disamping sang puan, anak gadis duduk di samping tampa di persilahkan.
“Hai wi!... (sang puan tersenyum bukakan keramahan)
“kak samirah masih sering kesini?!”
“masih. kamu tengah malam begini belum tidur? Tak di cari ibumu?”
Anak gadis itu tersnyum,,,, manis, amat sangat manis, matanya menatap lekat kearah sang puan, ada yang tersembunyi. Namun tak ingin di ungkapnya, ada rasa yang ingin di kasihi namun tak ingin berbagi. Ada kedewasaan dalam tubuh mungil itu. Ada kedewasaan yang di paksakan. Kedua bola mata yang keci kembali ia hempaskan pada keramaian. Dari temaram lampu kota wajah itu sendu dalam renungnya pikirannya , jauh ke cakrawala, batinya seolah merapal banyak hal.
“ibu sedang pergi... dewi bangun tidur ka, di rumah sepi tak ada siapa-siapa. Jadi dewi keluar kesini untuk mencari teman ngobrol. Untung ketemu kak samirah”
“kamu kan tau kak samirah sering sekali menghabiskan malam disini, kamu tak sekolah besok pagi?”
“sekolah ka, tapi dewi tak mau kesekolah... besok pengambilan raport, jadi kesekolah harus di sertai dengan ibu. Tapi ibu pasti tak bisa, karena ibu akan bangun siang dan tak sempat mengantarkanku ke sekolah”
“bagaimana kalau kak samirah mengantarkan dewi besok mengambil raport?”
“beneran ka?!”
“iya”
Gadis kecil itu terlihat sangat senang sekali, perbincangan itu ia lanjutkan dengan memburu cerita tentang segala hal, segal hal tentang petualangan bermainnya dengan sang ibu, tentang bagaimana jelajahi waktu dengan sang ibu, segal hal yang menurut ia menggembirakan. Sang puan tlusuri ranum manis si gadis kecil, dari cara ungkapnya selallu menggurat rasa yang tersembunyi, sang puan tau, si gadis merasa sepi. Ia selalu bercerita ibu dan terus menerus tentang ibu. Dari awal kenal di alun-alun kota ini, sampai detik yang ia perbincangkanpun selalu kata ibu.
“ibumu baik ya.... dia sayang sekali terhadapmu, tapi kenapa tak bercerita tentang temanmu, tentang teman di sekolahmu mungkin”
Sang anak diam, dia seolah berpikir menyusun kata, kata mana yang ia akan pilih. Kata mana yang ia ingin luncurkan dari bibir kecil manisnya, tapi entah kenapa dia tetap diam,,, hingga tak ada yang benar-benar keluar dari bibir itu.
“tak ingin cerita dengan kaka?!, sudahlah ceritalah yang lain yang membuatmu tak diam kembali”
Entah ada apa di balik gurat pikiran sang gadis kecil itu, si puan selalu ingin menelisik narasi sejarahnya, si puan selalu ingin sesekali melepas bahagia yang tampa topeng malam.
“aku ingin berbagi rahasia dengan kaka, kaka janji tak akan menjauh seperti yang lainnya?”
Mata itu memelas,,,,
“rahasia apa? Seperti siapa?
“kaka janji sama dewi dulu”
Rengek sang gadis...
“kaka janji dewi”
“beneran kaka janji?”
“iya kaka janji”
sang gadis kecil mulai memburu dalam nafasnya, seakan persiapan ceritanya adalah sesuatu yang amat berat, amat sangat berat, sehingga dia harus menarik nafas dalam-dalam, dia mulai berpetualang dalam alam pikirnya, jauh... jauh krcakrawala sana...
“ ibu sering keluar malam ka”
“bukankah kaka juga sering keluar malam?”
“tidak ka, ibu sering keluar malam berbeda dengan kaka, ibu akan pulang pagi2 sekali dan ia akan membangunkanku serta membuat sarapan untukku, lalu pulas tidur”
“ibumu baik, ibu mu sayang sekali padamu”
Sang gadis menatap sang puan, Cuma menghantarkan senyum, lalu pandangnya ia lepaskan kembali pada langit malam.
“ sebelum keluar ibu selalu menyuruhku belajar ka, lalu menidurkanku, ibu tak pernah tau aku sering kali pura pura tidur, dia berdandan cantik ka, berpakaian indah pula. Boeh dewi tidur di pangkuan kaka?”
“tdurlah”
Puan itu mempersilahkan sang gadis dalam pangkuannya, sepertinya gadis kecil lelah, lelah dalam kelelahan menyusun narasinya
“ibu juga pernah pulang tengah malam dengan teman perempuannya ka. Dewi pernah melihat pertama kali ibu membawa teman perempuanya malam hari di rumah. Saat itu dewi terbangun karena ibu merintih seolah kesakitan. Dewi menengok ke kamar ibu ka, di situ dewi melihat teman perempuan ibu menindih ibu, teman ibu seram ka, badannya gemuk dan bertato naga di punggungnya, dewi takut ka saat itu. Dewi melihat ibu kesakitan namun tak bisa berkata pada temannya. Dewi meilihat ibu meremas – remas punggung perempuan itu ka dewi takut saat itu”
Gadis kecil menitikan mutiara bening dari sudut sisi matanya, membasahi kain dan setumpuk daging yang jadi alas tidurnya. Sedangkan sang perempuan mencoba menenangkan dengan belaian lembutnya. Dalam sedu sedan ia mulai bercerita kembali.
“paginya dewi tanya ke ibu ka, tentang kejadian tengah malam yang dewi saksikan. Ibu menangis ka... ibu tak menjawab apa-apa. Ibu hanya memeluk dewi.
Sejak saat itu dewi sering kali terbangun tengah malam, tak jarang pula dewi menyaksikan teman-teman ibu yang maen kerumah tengah malam pula. Orang-orangnya selalu berbeda ka, tidak berbadan gendut dan bermuka seram lagi. Ada yang ber jas dan sangat cantik ada pula yang berambut panjang dan berpakaian seadanya”
“ayahmu ke mana sayang?!”
“dewi tak tau ka. Sejak lahir dewi tak pernah pernah punya ayah, jika dewi tanyakan ke ibu. Ibu selalu memeluk dewi sambil menangis, dan berkata... kamu anak ibu dewi, kamu hanya anak ibu sayang. Mungkin karena dewi tak pernah punya ayah ka, jadi semua orang tak mau berteman dengan dewi ka”
“ibumu sangat sayang padamu dewi, ibumu sangat sayang...”
Sang puan tak ingin melanjutkan kembali petualang keingin tahuaannya, dia hanya menidurkan gadis kecil dalam pangkuannya, sampai pagi datang... sampai mentari menjulang memberi penghidupan, menggantikan malam pada alun-alun kota itu...
No comments:
Post a Comment