Tiga jam sudah arini meratapi bukit bintang, bersama kawannya ia menikmati segala gemerlap pada malam pekat, suara-suara jangkrik lantunkan melodi nyanyian penghantar lamunan, malam dengan segala keagungannya menjadi percikan narasi dalam bualan.
Sesekali ia menengadah ke langit luas, seolah lepas beban hingga bebas, ada yang ingin terhempas, namun selalu bias.
“ami aku suka tempat ini” arini membuka cakap pada sang sahabat.
“aku juga”
“aku suka bintang-bintang dengan malamnya, mereka indah”
“iya aku juga suka”
“apa sih kamu!.. selalu bilang aku juga” arini menyikut kawannya yang setengah mengejek, dari semburat mozaik bintang, terlihat wajah arini yang cemberut.
“ami, maukah kau menemaniku malam ini sampai pagi nanti?”
“kenapa? Tak ingin pulang kau malam ini, disini pasti dingin arini, apalagi tak ada tapal yang menyelmuti kita”
“tidak ami, aku ingin disini, aku tak ingin pulang, aku ingin menikmati lampu kota mati pagi nanti, setidaknya... aku ingin melihat terangnya penghidupan dari segala kegelapan, maukah kau menemaniku ami?” arini memastikan kembali sahabatnya.
“iya arini, aku akan menemanimu sampai pagi nanti”
Sepasang perempuan dewasa itu diam kembali, entah memang tak ingin berkata, atau berjelajah dalam pikirnya, malam tetap riuh dengan pesta bukit bintangnya.
“ami kau tahu cinta?”
“entahlah arini aku tak paham betul”
“tapi bukankah kau sering bercerita, dan selalu berkata aku merasakannya?”
“benar, aku merasakannya, namun ku tak paham karena aku tak mampu memaknainya dengan logika. Kenapa kau arini?”
“ tidak apa, aku hanya ingin paham betul tentang cinta, selama ini kurasa tak pernah aku mengalaminya, banyak buku pujangga ku baca, namun makin bias segala apa yang ada dalam rasa? Logiskah menurutmu semua yang terjadi?”
Ami diam membeku dalam katanya, untuk mencairkan kebekuan, sengaja ia bakar batang rokok, dan bermain dengan tangannya.
“arini... semua orang pasti di hinggapi rasa yang di agungkan itu, semua orang arini tidak terkecuali kamu, mungkin kamu belum menemukan apa yang menjadi carimu”
“tidak ami!!... aku benar-benar tak merasakannya,,, aku sering berganti kekasih hanya ingin tau makna cinta dalam rasa, aku sering ami, bahkan tak jarang pula aku menyakiti lelaki karena aku tak ada rasa yang berbeda dari satu lelaki ke lelaki lainnya”
Nada arini makin tinggi, menekankan pada notnya menunjukan keyakinan apa yang di katakan.
Ami paham apa yang dirasakan arini, karena arini adalah teman dekat ami, arini adalah sesosok yang cantik, berparas menawan, anggun dan berlebih dalam kebaikan, siapa pria yang tidak tertuju pandangnya saat arini jalan, ami tau banyak pula pria yang tergila pada arini, karena dia adalah sesosok wanita yang sempurna.
“arini... cinta itu tidak datang saat kau mengenal banyak pria atau karakternya, cinta itu tidak datang karena seorang pria tampan atau pun mapan, cinta itu lebih dari itu arini... lebih darin itu semua...”
Ami kembali mengepulkan asap dalam rokonya,,,,
“aku pernah berpetualng pula dengan banyak pria, bahkan aku menyerahkan segalanya dan tidur bersama banyak pria itu... tapi tidak arini, itu bukan cinta yang ada dalam rasa, cinta tak terbungkus dengan prilaku dalam nafsu.”
“lalu apa yang kau maknai cinta?”
“aku pernah jatuh cinta, bahkan aku pun sedang jatuh cinta. Tapi aku tak ingin memilikinya, aku tak ingin membuat gurat sedih di wajahnya, pun juga aku tak ingin prilku yang salah lantas membuat ia marah...”
“aku tak mengert ami, aku tak mengerti, bisakah kau bahasakan hingga mudah ku pahami?”
Ami tersenyum dalam tanya arini yang polos itu.
“cinta tak butuh bahasa arini, cinta tak butuh di pahami”
Arini makin bingung dengan kata ami, ia makin menggumal dalam hatinya. Bukankah sebuah laku dalam dunia ini harus ada pemahaman? Bukankah sebuah tindakan yang akan kita jalankan harus di landasi dengan pemikiran, arini makin tak mengerti. Dia kuras apa yang ada dalam pikirannya memburu makna cinta yang di ungkapkan ami... hingga dalam buru dia menjadi bisu. Bertajuk pada rajuk diam yang pilu.
“apa yang kau impikan malam ini arini?”
“aku ingin paham cinta”
“yakin kau ingin tau tentangnya?”
“iya ami.. aku yakin ... aku yakin seyakin-yakinnya ami”
Ami mulai menengok ke arini, memaksakan arini bertemu pandang dalam tatap matanya
“apa yang kau temui arini?”
“aku tak menemukan apa-apa”
“yakin kau tak temukan apa-apa dalam pandanganku?”
“aku berdesir ami, entah kenapa jantungku berdegup keras”
“yakin kau berdegup keras arini?”
“benar ami, aku berdegup keras, aku tak mampu mengendalikannya”...
Ami mendekatkan bibirnya ke arini, melumat bibir manis itu dalam kenikmatan dinginnya malam, tangan ami mulai berjelajah pada tubuh perempuan cantik itu, pada bilik bukit bintang, mereka berpadu menjadi satu... menjadi satu hingga melepas kain yang tersekat antara kedua tubuh... malam itu pada bilik bukit bintang arini merasakan cinta yang ia cari...
No comments:
Post a Comment