Masih ku rengkuh mozaik bulan dengan gurat kekaguman, disini... dengan tarian alam, kami
Dendangkan nyanyian. jingkrak anak-anak menjadi candu untuk kebermaknaan, masih pada
Tawar keindahan dalam deburan melodi laut, kami bercita dalam sinar rembulan...
Ah!... hingga ku lukiskan makna malam hanya untukmu sang kekasih pujaan dalam sebuah
Tulisan, dalam tabik surat yang akan ku kirimkan... disini. dilaut dalam purnama di balik awan...
***
Untuk kasih yang kukasihi dan terkasihi...
Apa kabar kasih?
Semoga baik harimu di sudut kota yang menggilas logika...
Kasih...
Aku ingin ungkap cerita dalam mozaik purnama. mungkin akan menjadi sejarah, pada makna yang semakin punah, pada waktu yang semakin tak berharga pada hari setelah aku tiada, pada masa yang agungkan logika. Semoga menjadi lantunan kisah untuk manusia yang agungkan rasa....
Kasih,,, bulatnya purnama dalam resam di balik awan, mengusiku untuk mencoretkan tinta cahaya atas keindahannya, semoga kau menikmati pula di lain tempat, harapku rasa akan menyatu dalam ranum pancarannya. Semoga kasih... semoga kau menyenggangkan waktu hanya untuk menengok sang purnama dalam jam padat yang kau buat,,, tapi jika tidak tak apa. Karena sengaja akan ku tuliskan indahnya kepadamu. Indah setelah aku berjelajah di paksakan malam untuk melangkah mencari sang purnama. Hingga akhirnya aku temukan ia dan cahaya dengan resam dalam bias temaramnya.
Kasih... seperti yang ku keluhkan padamu pada hari-hari lalu, tentang malam yang membiusku dengan sebuah keterjagaan, malam yang memaksaku berjejal pada temaram mencari sudut realita dari kefanaanya. Malam dengan petunjuk utopis sang purnama agar aku tak menyerah menyingkap di balik tabirnya. ternyata kini aku menemukannya kasih... aku menemukannya....
Kasih... kini sedikit terang segala bumi manusia meski gelap masih mengiringi apa yang ada. Aku ingat kasih,,, aku ingat, saat langkah membawaku ke semua tempat untuk bertanya sang purnama, agar terjawab segala utopis pada manusia. Banyak yang ku tanya kasih, dari yang berbaju besi hingga berbaju dengan bau basi. Ada yang jawab “ Sang purnama hanya dalam dongeng, dia di pinjam demi kepentingan menidurkan rengek yang tak kunjung reda, jika kamu mencarinya, carilah sang pujangga yang suka alunkan cinta dalam sebuah rayu, atau cari saja pemuka agama yang menjulang tinggi dalam angan sebuah harapan. Atau kau ikuti aku dalam tuangan anggur dan pesta di dalamnya?, maka kau akan temukan sang purnama” dalam ajak temu purnamanya... aku ikuti tunggangan baju besi itu kasih... ternyata dia bukan sang pembohong, benar ungkapnya... di dalam pesta ada boklam raksasasa yang mampu menyilaukanku, hampir buta aku karena terkesima pada cahayanya kasih, terlalu terang bahkan aku harus menutup mata. Ternyata di tempat itu bukan hanya kita berdua kasih, ada banyak orang yang berbaju besi pula, ada pula sang pendongeng dan penyair. Bahkan ada pula petuah tuhan yang sedang menuangkan anggur kemabukan ... aku bingung pesta apa itu kasih... benarkah pesta pemuja purnama, seperti aku yang dalam pencariannya?!.... atau mereka hanya berkumpul untuk kesilauan pada boklam yang ku sangka purnamaitu?!... aku tak tau kasih di sini terlalu silau hanya ku dengar suara-suara di balik kesilauannya... hingga akhirnya ku keluar dari tempat itu kasih,,, karena batinku yakin itu bukan purnama. purnama tidak singgah pada suatu ruang...
Aku pergi tampa pamit dari tempat itu, bagi ku tempat itu terlalu naif hingga pestanyapun bertopeng dari kesilauan cahaya boklam raksasa
Waktu itu aku terus langkahkan kaki, melangkah tampa lelah dengan mengukur arah dalam keyakinan, melewati lorong-lonrong yang hanya ada suara jeritan tampa rupa, suara jeritan yang kurasa hadir dari batin-batin manusia dalam keinginan bebasnya mengungkap rasa, waktu itu aku takut kasih... takut pada jeritan yang memekik hingga berbenging pada gendang telinga,,, aku lari... lari dari lorong-lorong jeritan itu. Batinku berucap, jika sang purnama ada mungkin sedikit reda jerit itu.
aku teruskan langkah dari trotoar kota hingga jalan desa, pada temaram tampa cahaya bulan aku masih berkompas keyakinan kasih,,, tak tau apa yang kulewati tak paham apa yang terjadi pada sudut sisi, hanya indra pendengar yang menjadi simpulan, ada banyak suara selama langkah menapaki jalan kasih... ada yang tertawa, ada yang merengek bahkan hanya ada suara kaki. Dan tak jarang pula pada perbatasan kota sering ku dengar tawa dalam tangis, seperti perempuan namun tak merdu suaranya, miris kasih,,,, ketika banyak ledakan tawa juga yang menikmatinya...
aku berjalan kembali melewatinya, namun saat langkahku jauh dari tempat itu,,, ada suara kembali yang ingin aku mencarinya pada sudut sisi yang mana,suara itu mampu mengusik nurani yang terdalam. Ada tangis ibu berbaur dengan tangis anak,,, tapi entah kenapa, entah laparkah atau karena kehilangan sesuatu?... aku tak menumakannya dengan sudut pandang gelapku kasih,,, hingga aku merapal kembali kemana sang purnama. Enggan aku rasanya meninggalkan tempat ini. Namun apa yang bisa ku perbuat, hanya berucap doa dan duka dan kembali melangkah meninggalkan jejak pada batin yang luka. Jauh ku tinggal pergi segala suara kasih... dan terus melangkah dengan gerak paksakan kaki yang tak ingin beranjak.
saat itu aku masih pasrah dalam langkah, hingga pada suatu tempat, ku dengar sebuah deburan ombak yang lantunkan tariannya dalam batu karang, di situ terdengar juga lantunan nyanyian anak-anak yang tertawa riang, dan menjadi melodi yang menghentakan gerak mengikuti suaranya. Aku pergi ketempat melodi itu kasih,,, hingga ku temukan purnama menyinari laut dengan kebiasannya... indah kasih... sungguh amat indah hingga ingin kulukiskan keindahannya hanya untukmu saat ini.
Kasih,,, disini aku mampu melihat laut dengan bias kilau cahaya purnama, ombaknya yang berdebur mampu melunglaikan pikiranku sejenak, menghempas pandang ke purnama dalam bahasa pandang, tanya ku lantunkan lamun pada rengkuh mozaiknya, namun sepertinya ia enggan menjawab hanya membisu asik dengan lantunan ombak pada laut itu... batinku bergemuruh hingga berteriak aku kepadanya. kenapa enggan menyinari banyak lorang dan jalan yang pernah ku lawati? Kenapa hanya beronani pada laut yang tampa sang purnama sudah bermelodi lembut... dia diam kasih... purnama lebih menenangkanku akhirnya dengan rengkuh mozaiknya, aku diam kasih,,, hingga aku pun bercinta malam ini dengannya... dengan ombak laut dan purnama. Dan suatu saat nanti aku akan membawamu menikmati malam ini. Menikmati malam dengan nyanyian riang anak-anak dalam kegembiraannya pada hentakan laut dan mozaik purnama... mungkin di situ hanya aku dan kamu manusia dewasa yang mampu menikmatinya.
No comments:
Post a Comment