“Kamu pernah mengalami kisah yang salah?... Suatu
kisah yang kau yakini wujudnya namun tak nyata?. Dua karakter yang kau jadikan
satu orang,,, Tapi kau kecewa mengadapi
realitas”
“maksudmu mirah? Aku tidak paham percakapan mu”
Angin laut berhembus menyambut ombak mengiringi
tanya andini pada kalimat mirah...
“seandainya aku di beri kesempatan waktu panjang
untuk bercerita padanya. Aku ingin bersua banyak untuk sebuah permohonan maaf
atas rasa yang salah. tapi aku tak pernah menemukan waktu yang tepat dalam satu
ruang singgah dengannya. Bahkan untuk ber tegur sapa pun ia enggan.”
“dia raka?”
“ya,,,”
“dia sudah mengubahmu sejauh ini,,, dan kamu tak
pernah membencinya amirah?”
“bukan dia yang mengubahku andini,,, tapi aku
sendiri... aku sendiri yang memilih perubahan ini. menanggalkan segala tonggak
keteguhan ku. Seperti yang kau lihat andini, aku mengaguminya dengan kegilaan
yang tak bisa ku nalarkan. Dia menguasai sesuatu yang tak bisa ku kendalikan,,,
tetapi nyatanya bukan raka andini,,, bukan raka,,,”
Tangis amirah mengalir,,, isaknya menyembunyikan
luka...
***
“apa yang kamu pikirkan
amirah?”
“tak ada apa,,, apa,,,.
Aku hanya menikmati laju kereta ini.”
“raut wajah mu tak
pernah bisa menyembunyikan sesuatu dari ku”
“sungguh!!.. tak ada
yang ku pikirkan.”
“masih tentang
raka?!...”
“engkau selallu paham
isi hatiku kan?,,, jadi tak usah kau menanyakan sesuatu, apa lagi tentangya,,,
aku tak suka!!...”
“sudah tiga tahun ini
mirah kita menjalin hubungan. dan aku sudah tidak sanggup lagi menahan
pemahaman ku tentang rasamu pada raka”’
“terus?!”
“amirah,,, mengertilah,
rasa itu bukan sesuatu kepemilikan, rasa lebih menekankan pada kerelaan. Aku
tak berambisi untuk memiliki mu dalam wujud, dan seringkali bukan? Aku
memberikanmu pilihan untuk meninggal kan ku. namun sampai detik ini kamu masih
berada di sisiku.”
“bagiku sebuah pilihan
adalah ke tetapan ram,,, dan aku memilih engkau sebagai penghujung hidup ku.
Bukankah itu sudah cukup?!,,, dalam prasyarat nikah pun tak ada yang menyangkut
rasa bukan? Hanya kerelaan yang tercantum.”
“kita akan saling
menyakiti mirah,,, jika menjalin sebuah hubungan tidak ada kata saling.”
“aku tidak pernah
merasa tersakiti ram,,,”
“aku yang merasa sakit
melihatmu melepas sebuah impian. Dan aku tau kamu sakit,,, aku tak ingin melhat
mu menerus seperti ini amirah.”
Deretan pepohonan tak
lagi menarik perhatian amirah, sembab matanya kini melayang ke awang, kereta
tetap berderu pada laju,,,
“apa yang kamu cinta
dari raka amirah?”
“cukup ram,,, aku tak
lagi ingin membahas soal ini !!..”
“semuanya harus di
usaikan amirah,,, segala hal tentang dia.”
“aq tak tau harus
menjawab apa segala tanya kau ram,,, yang ku pahami saat ini aku tak pernah
kuasai anganku akanya,,,”
“semua hal itu ada
awalnya amirah,,, bahkan tentang rasa.”
“apa yang ingin kau tau
sebenarnya ram?”
“segalanya mirah,,,
segala hal yang kamu pun merelakannya untuk berbagi dengan ku.”
Diam,,,
Hening,,,
Hingga mirah mulai
membuka mulutnya,,,
“engkau datang
bersamaan dengannya ram,,, karena memang engkau dengannya adalah kawan bersua.
Dan memang awal pertemuan kita (rama, amirah , raka) tidak menorehkan suatu
kesan apapun, kecuali rasa penjelajahku yang ingin selallu tau banyak hal. Kau
ingat ram? Bukankah kita selallu berdialektika tentang apa pun pada via mesage?!
Begitu pun aku dengan raka. Jujur aku menyukai kalian berdua. Namun tidak lebih
sebatas kekagumanku akan kepuasan penalaran analisis sosial, sejarah, bahkan
antropologi. Dan sungguh,,, aku amat sangat menyukai persekawanan kita,,,”
Amirah menghela
nafas,,, mengumpulkan kembali memori dalam penataan sebuah kalimat...
Rama masih dalam
tenangnya menyimak betul mimik bibir amirah,,,
“engkau masih ingat
pula ram?!,,, selang beberapa bulan pertemuan pertama kita. Aku ingin mencoba
singgah ke kotamu, hanya sejenak menghirup udara di sana serta sengaja pula aku
tak mengabari kalian. Namun recana ku tak berjalan sukses nampaknya,,, memang
si andini sahabatku tidak pernah dalam kerelaanya ketika ku berpergian seorang
diri alasannya selallu karena aku mpuan. Akhirnya andini menghubungi kau dan
raka untuk menjemput ku di stasiun. Waktu itu yang ku lihat hanyalah raka,
ketika ku tanyakan kau padanya, dia berkata kau menunggu di suatu tempat. Akhirnya aku memilih mengikutinya menjelajah
kota, telaahnya tentang tempat yang kita singgahi, bagi ku amat menarik. Usai
dari segalanya aku di ajaknya ke suatu tempat singgah untuk ku beristirahat di
rung kost temannya. Tanpa basa basi di tempat itu, aku tertidur pulas masih
berbalut kerudung. lelap dengan ketidak pahamanku kalau dia pun tidur di kamar
yang sama. Bangun di pagi hari aku terkejut satu ruang dengannya,,, namun aku
senang, aku masih berbalut utuh jilbabku dan dia tidak menjamah serta tidur
berjarak jauh denganku. Sungguh aku bangga terhadapnya,,, siang ke pulanganku
dia mesage dan mengungkapkan bahwa dia mencintaiku”
“dan kau melupakanku
amirah?”
“tidak ram,,,
sungguh!!,,, waktu itu aku sangat pula ingin menemui kau, singgah ke kota mu
tanpa bertabik. Sangat tak enak hati sebenarnya...”
“padahal!... aku
menunggu kabar dari mu mirah,,, karena aku tertarik dengan mu dari awal
perjumpaan kita.”
“maafkan aku yang tidak
pernah menau segalanya ram,,,”
“usai raka mengukapkan
rasa?... bagaimana dengan mu”
“aku membalas kilat
perasaan itu. Aku menyambutnya dengan suka cita. Padahal aku paham,,, traumatik
ku terhadap suatu status dalam menjalin hubungan lawan jenis belum mampu ku
sembuhkan.”
“traumatik?!... kamu
tidak pernah cerita pada ku mirah.”
“iya ram,,, aku sunggu
menyimpan kisah yang bagiku memuakan!!!,,, aku amat sangat benci laki-laki itu.
Aku pernah menjalin hubungan yang amat dekat dengan seorang pria ram,,, belum
lama,,, lima tahun yang lallu. Jarak umur ku dan dia amat jauh selang tujuh
tahun. dia pria yang amat dewasa untuk seumuranku. Dia pun memintaku untuk
menikah dengannya,,, tapi aku menolak. Dan dia mencoba menodaiku ram,,, karena
dia pikir kalau bisa merenggut kesucianku, aku pasti akan mau dinikahinya.
Namun tuhan masih menyayangiku ram,,, teman kost ku mendengar teriakanku dan
mengetuk pintu, akhirnya tragedi itu pun gagal dan aku muak dengannya sampai
saat ini...”
“lantas?!... kamu
langsung menanamkan rasa mirah? Setelah kamu mengungkapkan iya kepada raka?”
“tidak ram,,, aku masih
memegang teguh prinsip ku, bahwa bertaut itu tidak menyenangkan dalam hubungan
utopis. Serta ku sadari waktu itu bukan rasa yang seperti ini keadaannya, hanya
sebatas kekaguman pada penghormatannya terhadap empuan... Namun segalanya
seperti waktu ram,,, engkau paham,,, namun tidak bisa kau cegah alirannya.”
“lallu?,,, kenapa kamu
meninggalkan seggala penghormatannya itu mirah?.”
“aku kecewa pada raka
ram,,, sungguh amat mengecewakankku ketika aku memahami bahwa dia itu telah
memiliki perempuan lain sebelum memngungkapkan rasanya padaku. Dan itu ku
ketahui setelah aku benar-benar mencintainya.”
Bendung mata mirah tak
lagi tertahan,,, mengalirlah rintik itu dengan deras tanpa terkuasai,,,
“aku menanggalkan
kerdungku agar dia tak lagi menyukaiku ram,,, aku melakukan banyak hal yang dia
tidak kehendaki terhadap ku. Agar dia membenci ku ram,,, serta agar aku tidak
menyakiti perepuan yang di sandingnya,,, aku dalam kerelaanku ram,,, amat
sangat rela melakukan segalanya,,,,”
Luap tangis dari emosi
mirah membuatnya lelah,,, amirah memilih menyandarkan tubuh pada bidang dada
rama,,, hingga akhirnya dia tertidur,,, pulas bak bayi dalam gendong sang
bunda.
“kamu tak pernah tau
amirah sayang,,, bahwa hanya akulah yang menumbuhkan kekaguman mu pada raka,
tapi aku tak pernah menduga akan berakhir seperti ini. Aku sengaja memuaskan
segala pertanyaanmu dengan meinjam HP raka. Bahkan sebenarnya aku yang salah
karena membiarkanmu dengan ketidak pahamanmu hingga sampai saat ini. Tapi biarlah
segalanya mengalir dengan adanya,,, sama
seperti aku mencintaimu.”
Ungkap jujur rama
senyap. Seperti kondisi gerbong kereta itu,,, tak ada lagi gaduh mahluk
penghuninya,,, hanya suara kereta masih memainkan melodi, menuju stasiun
pemberhentian,,,,
No comments:
Post a Comment