Friday, May 10, 2013

Laju kerta ku??....



“Kamu pernah mengalami kisah yang salah?... Suatu kisah yang kau yakini wujudnya namun tak nyata?. Dua karakter yang kau jadikan satu orang,,, Tapi kau  kecewa mengadapi realitas”
“maksudmu mirah? Aku tidak paham percakapan mu”
Angin laut berhembus menyambut ombak mengiringi tanya andini pada kalimat mirah...
“seandainya aku di beri kesempatan waktu panjang untuk bercerita padanya. Aku ingin bersua banyak untuk sebuah permohonan maaf atas rasa yang salah. tapi aku tak pernah menemukan waktu yang tepat dalam satu ruang singgah dengannya. Bahkan untuk ber tegur sapa pun ia enggan.”
“dia raka?”
“ya,,,”
“dia sudah mengubahmu sejauh ini,,, dan kamu tak pernah membencinya amirah?”
“bukan dia yang mengubahku andini,,, tapi aku sendiri... aku sendiri yang memilih perubahan ini. menanggalkan segala tonggak keteguhan ku. Seperti yang kau lihat andini, aku mengaguminya dengan kegilaan yang tak bisa ku nalarkan. Dia menguasai sesuatu yang tak bisa ku kendalikan,,, tetapi nyatanya bukan raka andini,,, bukan raka,,,”
Tangis amirah mengalir,,, isaknya menyembunyikan luka...
***
“apa yang kamu pikirkan amirah?”
“tak ada apa,,, apa,,,. Aku hanya menikmati laju kereta ini.”
“raut wajah mu tak pernah bisa menyembunyikan sesuatu dari ku”
“sungguh!!.. tak ada yang ku pikirkan.”
“masih tentang raka?!...”
“engkau selallu paham isi hatiku kan?,,, jadi tak usah kau menanyakan sesuatu, apa lagi tentangya,,, aku tak suka!!...”
“sudah tiga tahun ini mirah kita menjalin hubungan. dan aku sudah tidak sanggup lagi menahan pemahaman ku tentang rasamu pada raka”’
“terus?!”
“amirah,,, mengertilah, rasa itu bukan sesuatu kepemilikan, rasa lebih menekankan pada kerelaan. Aku tak berambisi untuk memiliki mu dalam wujud, dan seringkali bukan? Aku memberikanmu pilihan untuk meninggal kan ku. namun sampai detik ini kamu masih berada di sisiku.”
“bagiku sebuah pilihan adalah ke tetapan ram,,, dan aku memilih engkau sebagai penghujung hidup ku. Bukankah itu sudah cukup?!,,, dalam prasyarat nikah pun tak ada yang menyangkut rasa bukan? Hanya kerelaan yang tercantum.”
“kita akan saling menyakiti mirah,,, jika menjalin sebuah hubungan tidak ada kata saling.”
“aku tidak pernah merasa tersakiti ram,,,”
“aku yang merasa sakit melihatmu melepas sebuah impian. Dan aku tau kamu sakit,,, aku tak ingin melhat mu menerus seperti ini amirah.”
Deretan pepohonan tak lagi menarik perhatian amirah, sembab matanya kini melayang ke awang, kereta tetap berderu pada laju,,,
“apa yang kamu cinta dari raka amirah?”
“cukup ram,,, aku tak lagi ingin membahas soal ini !!..”
“semuanya harus di usaikan amirah,,, segala hal tentang dia.”
“aq tak tau harus menjawab apa segala tanya kau ram,,, yang ku pahami saat ini aku tak pernah kuasai anganku akanya,,,”
“semua hal itu ada awalnya amirah,,, bahkan tentang rasa.”
“apa yang ingin kau tau sebenarnya ram?”
“segalanya mirah,,, segala hal yang kamu pun merelakannya untuk berbagi dengan ku.”
Diam,,,
Hening,,,
Hingga mirah mulai membuka mulutnya,,,
“engkau datang bersamaan dengannya ram,,, karena memang engkau dengannya adalah kawan bersua. Dan memang awal pertemuan kita (rama, amirah , raka) tidak menorehkan suatu kesan apapun, kecuali rasa penjelajahku yang ingin selallu tau banyak hal. Kau ingat ram? Bukankah kita selallu berdialektika tentang apa pun pada via mesage?! Begitu pun aku dengan raka. Jujur aku menyukai kalian berdua. Namun tidak lebih sebatas kekagumanku akan kepuasan penalaran analisis sosial, sejarah, bahkan antropologi. Dan sungguh,,, aku amat sangat menyukai persekawanan kita,,,”
Amirah menghela nafas,,, mengumpulkan kembali memori dalam penataan sebuah kalimat...
Rama masih dalam tenangnya menyimak betul mimik bibir amirah,,,
“engkau masih ingat pula ram?!,,, selang beberapa bulan pertemuan pertama kita. Aku ingin mencoba singgah ke kotamu, hanya sejenak menghirup udara di sana serta sengaja pula aku tak mengabari kalian. Namun recana ku tak berjalan sukses nampaknya,,, memang si andini sahabatku tidak pernah dalam kerelaanya ketika ku berpergian seorang diri alasannya selallu karena aku mpuan. Akhirnya andini menghubungi kau dan raka untuk menjemput ku di stasiun. Waktu itu yang ku lihat hanyalah raka, ketika ku tanyakan kau padanya, dia berkata kau menunggu di suatu tempat.  Akhirnya aku memilih mengikutinya menjelajah kota, telaahnya tentang tempat yang kita singgahi, bagi ku amat menarik. Usai dari segalanya aku di ajaknya ke suatu tempat singgah untuk ku beristirahat di rung kost temannya. Tanpa basa basi di tempat itu, aku tertidur pulas masih berbalut kerudung. lelap dengan ketidak pahamanku kalau dia pun tidur di kamar yang sama. Bangun di pagi hari aku terkejut satu ruang dengannya,,, namun aku senang, aku masih berbalut utuh jilbabku dan dia tidak menjamah serta tidur berjarak jauh denganku. Sungguh aku bangga terhadapnya,,, siang ke pulanganku dia mesage dan mengungkapkan bahwa dia mencintaiku”
“dan kau melupakanku amirah?”
“tidak ram,,, sungguh!!,,, waktu itu aku sangat pula ingin menemui kau, singgah ke kota mu tanpa bertabik. Sangat tak enak hati sebenarnya...”
“padahal!... aku menunggu kabar dari mu mirah,,, karena aku tertarik dengan mu dari awal perjumpaan kita.”
“maafkan aku yang tidak pernah menau segalanya ram,,,”
“usai raka mengukapkan rasa?... bagaimana dengan mu”
“aku membalas kilat perasaan itu. Aku menyambutnya dengan suka cita. Padahal aku paham,,, traumatik ku terhadap suatu status dalam menjalin hubungan lawan jenis belum mampu ku sembuhkan.”
“traumatik?!... kamu tidak pernah cerita pada ku mirah.”
“iya ram,,, aku sunggu menyimpan kisah yang bagiku memuakan!!!,,, aku amat sangat benci laki-laki itu. Aku pernah menjalin hubungan yang amat dekat dengan seorang pria ram,,, belum lama,,, lima tahun yang lallu. Jarak umur ku dan dia amat jauh selang tujuh tahun. dia pria yang amat dewasa untuk seumuranku. Dia pun memintaku untuk menikah dengannya,,, tapi aku menolak. Dan dia mencoba menodaiku ram,,, karena dia pikir kalau bisa merenggut kesucianku, aku pasti akan mau dinikahinya. Namun tuhan masih menyayangiku ram,,, teman kost ku mendengar teriakanku dan mengetuk pintu, akhirnya tragedi itu pun gagal dan aku muak dengannya sampai saat ini...”
“lantas?!... kamu langsung menanamkan rasa mirah? Setelah kamu mengungkapkan iya kepada raka?”
“tidak ram,,, aku masih memegang teguh prinsip ku, bahwa bertaut itu tidak menyenangkan dalam hubungan utopis. Serta ku sadari waktu itu bukan rasa yang seperti ini keadaannya, hanya sebatas kekaguman pada penghormatannya terhadap empuan... Namun segalanya seperti waktu ram,,, engkau paham,,, namun tidak bisa kau cegah alirannya.”
“lallu?,,, kenapa kamu meninggalkan seggala penghormatannya itu mirah?.”
“aku kecewa pada raka ram,,, sungguh amat mengecewakankku ketika aku memahami bahwa dia itu telah memiliki perempuan lain sebelum memngungkapkan rasanya padaku. Dan itu ku ketahui setelah aku benar-benar mencintainya.”
Bendung mata mirah tak lagi tertahan,,, mengalirlah rintik itu dengan deras tanpa terkuasai,,,
“aku menanggalkan kerdungku agar dia tak lagi menyukaiku ram,,, aku melakukan banyak hal yang dia tidak kehendaki terhadap ku. Agar dia membenci ku ram,,, serta agar aku tidak menyakiti perepuan yang di sandingnya,,, aku dalam kerelaanku ram,,, amat sangat rela melakukan segalanya,,,,”
Luap tangis dari emosi mirah membuatnya lelah,,, amirah memilih menyandarkan tubuh pada bidang dada rama,,, hingga akhirnya dia tertidur,,, pulas bak bayi dalam gendong sang bunda.
“kamu tak pernah tau amirah sayang,,, bahwa hanya akulah yang menumbuhkan kekaguman mu pada raka, tapi aku tak pernah menduga akan berakhir seperti ini. Aku sengaja memuaskan segala pertanyaanmu dengan meinjam HP raka. Bahkan sebenarnya aku yang salah karena membiarkanmu dengan ketidak pahamanmu hingga sampai saat ini. Tapi biarlah segalanya mengalir dengan  adanya,,, sama seperti aku mencintaimu.”
Ungkap jujur rama senyap. Seperti kondisi gerbong kereta itu,,, tak ada lagi gaduh mahluk penghuninya,,, hanya suara kereta masih memainkan melodi, menuju stasiun pemberhentian,,,,

No comments:

Post a Comment