“Bunda malam ini Aifah ingin
didongengin tentang perempuan ya”
“kenapa sayang?”
“aifah ingin aja bunda, soalnya
Aifah ingin tau enaknya jadi perempuan itu apa. Masa!!... kemaren Aifah pas mau
ngambil jambu dan naik pohonnya di larang sama nenek, katanya karena aifah
perempuan. Waktu kemaren-kemarennya juga pas aifah ngliat kerbau di kebunnya bu
siti. Aifah kan naik kerbau itu ya bunda ya?! Masa bu siti nglarang aifah, alasannya
karena aifah perempuan juga bunda. Aifah sebel bunda jadi perempuan, banyak
yang nggak boleh”
“itu berarti bu siti sama nenek,
sayang sama aifah”
“Masa sayang ngomel – ngomel
bunda”
“kan cara mengungkapkan sayang
orang itu beda – beda aifah”
“maksud bunda?!”
“bunda ambil contoh ya?!,,, ayah
sayang sama aifah itu bagaimana mengungkapkannya?”
“ayah selallu ngasih ke aifah
barang – barang yang aifah suka bunda”
“jika sewaktu aifah lagi bandel?”
“ayah marah, terkadang suka
ngebentak juga!”
“itu berarti ayah nggak suka sama
aifah, atau ayah lagi sayang sama aifah?”
“ya,,,, ayah nggak suka bunda
karena aifah bandel”
“kenapa begitu?!...”
“ya kalo emang anak yang bandel
kan di benci orang bunda. Aifah juga nggak suka kalo ada anak yang bandel”
“anak bunda yang cantik. kedua
sifat yang ayah berikan. Marah – marah ataupun memberikan barang itu juga
bentuk sayang ayah ke aifah”
“ko bisa bunda?! Orang yang
marah- marah itu kan berarti nggak suka bunda”
“iya... aifah bener. Tapi ayah
Cuma nggak mau kalo aifah jadi anak yang jahat, kan aifah juga di bandelin sama
orang lain nggak mau. Karena ayah sayang sama aifah, Jadi ayah ngingetin ke
aifah dengan marah, biar aifah nggak ngulangin perbuatan bandel yang bisa
ngrugiin orang lain”
“tapi bunda nggak pernah marah
meskipun aifah lagi bandel”
“karena bunda tau kalo anaknya di
marahin pas lagi bandel, pasti ngambek”
“harusnya ayah juga tau bunda,
kan ayah juga orang tuanya aifah?! Sama kayak bunda”
“karena ayah laki- laki dan bunda
perempuan aifah. Pun juga begitu enaknya jadi perempuan. Dia bisa paham
karakter anaknya yang di emong dari kecil”
“aifah masih nggak ngerti
bunda?!”
“aifah sayang,,, di bumi atau
alam semesta ini. Eee,,, maaf maksud bunda. Di atas tanah yang aifah injak
selama itu masih ada jenis laki – laki dan perempuan dia harus butuh perbedaan
sayang karena itu di butuhkan untuk sebuah keseimbangan dalam keselarasan”
“keselarasan?! Apa itu bunda”
“selaras itu suatu yang sama tapi
fungsi yang berbeda untuk mencapai sebuah tujuan, contohnya kedua kaki aifah. Kedua
jenisnya sama. sama –sama kaki. Tapi kenapa harus jalan bergantian?”
“supaya bisa jalan bunda, nanti
kalo jalannya bareng – bareng aifah kayak pocong bunda lompat – lompat”
(seringai bunda amat sangat manis
menyaut jawab lugu aifah)
“aifah bener sayang,,, dan aifah
juga pasti merasa lelah sebelum ke tempat aifah tuju toh?... begitu juga
laki-laki dan perempuan. Sama halnya juga seperti kaki kanan dan kiri, kedua
jenisnya sama. Sama- sama manusia... tapi juga harus menjalankan fungsi masing
masing”
“aaa,,,, bundaaaaaa?!... aifah
tetep nggak ngerti... “
“sabar sayang, suatu saat kamu
pasti akan ngerti. Dari perjalanan hidup aifah. Aifah pasti akan menemukan
makna yang bunda maksud”
“tapi aifah tetep mau seperti
laki – laki bunda, yang boleh manjat dan naik kerbau!....”
“aifah juga boleh ko naik kerbau
dan manjat pohon, tapi nanti kalo genggaman aifah sudah kuat mencengkram.
Soalnya kalau belum kuat aifah nanti bisa terjatuh dari pohon dan kerbau”
“aifah sudah kuat ko bunda,,,,”
“sudah sekuat adi temen aifah
belum?... yang bisa membawa cangkul ketika di suruh ayahnya”
“ya cangkul kan berat bunda,,,
adi kan laki – laki. Jadi wajar bisa manggul cangkul, kalau aifah kan nggak
kuat,,,,”
“aifah pinter bisa paham hal
tersebut, serta begitu pula alasan kenapa untuk saat ini aifah belum boleh naik
kerbau dan manjat pohon. Karena aifah belum sekuat adi”
(cemberut aifah,,, menghiasi
senyap renungnya. Saat itu pula sang bunda melanjutkan cakap)
“ di bumi pertiwi atau negara
kita ini aifah, selain ia punya pejuang laki – laki yang gagah berani, kita
juga memiliki kisah kisah perempuan yang tangguh dalam perjuangannya”
“mereka naik kerbau bunda?”
“bukan kerbau sayang, tapi kuda”
“naik kuda ngapain bunda? Aifah
kenal nggak dengan mereka?”
“aifah nggak kenal sayang, karena
mereka jauh hidup sebelum bunda lahir, aifah juga belum lahir. Karena bunda
belum ada”
(bunda menghela nafas menata
kata, dan aifah menyimak betul raut teduh itu)
“mereka naik kuda untuk menentang
monster bernama kekuasaan aifah. Monster yang memakan orang - orang baik”
“monster itu masih hidup sampai
sekarang bunda?”
“masih, bahkan masih membesar
dalam manusia yang hatinya mati”
Aifah berpikir sejenak
“aifah boleh nggak bunda kalau
besar nanti aifah mau naik kuda, perang melawan monsternya?”
“boleh sayang, nanti kalau aifah
sudah paham, bahwa itu benar-benar monster. Atau hanya ego aifah yang
menganggapnya monster”
“aifah nggak paham maksud bunda?”
“pemahamannya di tunda buat besok
malam aja sayang,,, aifah sekarang bobo. Sudah jam 10 malam, biar nanti aifah
bisa bangun pagi dan bantu bunda”
(sang bunda mencium kening aifah
dan beranjak pergi)
“bundaaa.... aifah masih pengen
ngobrol lagi”
“besok di lanjutin ya sayang”
***
tak ada bahasa yang bisa ku
pinjam untuk mewakili kerinduan ini bunda!...
segala akan mu terbingkai dalam setiap jejal cakap laju malam. Aku
bingung saat ini harus menuahkan tanya pada siapa? Sedangkan engkau Berkujur
damai di tandas tanah kini.
Ingat akan mu tentang cakap kita
pada saat umur ku tiga tahun, tak mampu lagi aku berceloteh betapa agungnya
sang empuan untuk saat ini. Segalanya telah menjadi puing, serta entah apa yang
harus ku lakukan untuk membangun gedung keselarasan kembali.
Bunda....
Dahulu pernah ku simpulkan
monster yang kau maksud adalah mereka yang mempunyai kekuasaan besar. Tapi kini
ku pahami maksudmu bukanlah wujud yang menakutkan, tapi impian yang menjelma
menjadi ambisi tuk sebuah eksistensi. Termasuk makhluk yang bernama puan kini...
Dalam laju langkah ku, amat
jarang kini sesosok seperti mu bun,,,,
Aku pernah membaca sebuah tulisan
pada
Bunda!... seperti kau sandangkan
namaku “khalifatullail” saat ini aku benar- benar ingin menjadi penguasa malam.
Mencoba menyingkap tabir di balik hingar siang, menlisik topeng dari senyum
pada terang matahari
sungguh haru aku melukiskan seperti apa esensi puan modern kini yang katanya menyerukan kesamaan atas kaumnya, padahal betapa agungnya kedudukan sang puan dalam kehidupan. namun ku yakin puan tetaplah jelmaan suci dari rusuk adam yang melebihi gemulainya bidadari surgawi disetiap perangainya.
ReplyDeletehihi,,, lagi mbudeg curhatan kaka.
ReplyDeleteTuhan menciptakan langit dan bumi tuk saling berbagi
ReplyDeleteJika bumi kurang panas, Langit mengirimkan panas
Jika bumi kurang segar, Langit menyegarkan bumi yang lembab
Langit berputar menurut sumbunya, bagaikan suami mencari nafkah bagi istrinya
Dan Bumi sibuk mengurus rumah: ia menunggui dan menyusui bayi yang dilahirkan
Perumpaannya seperti lelaki dan wanita
satu sama lain saling membutuhkan untuk hidup sempurna
tanpa lelaki, siapa yang kan menghisap madu wanita?
mewujudkannya menjadi bunga yang indah
tanpa wanita, bagaimana lelaki mencipta budaya?
menuntunnya sebagai khalifah di dunia
lihatlah, dunia diselamatkan oleh persatuan keduanya
siang dan malam sangatlah menyilang
satu sama lain saling menentang
untuk mencapai tujuan yg satu, mereka harus saling membantu
saling berbagi tuk meraih dunia yg sempurna
saling mengerti tuk mewujudkan cinta yang sempurna
so, kenapa kita berbeda?
bukankah karena berbeda itulah semesta menjadi indah . . .
[Ar-Rumi, Edited]
terima kasih sudah mengunjungi pekikkan rasa :) salam saut dalam tulis. tak perlu adanya kumbang atau pun perumpamaan bunga. bagi ku keduanya bukan saling keuntungan sebuah kembang biak. karena tautan rasa kedua pasang lebih dari gambaran rumi. esensi keselarasan, adalah pemahaman watak penyatuan harapan, peredam gejolak emosi. siapa yang harus jadi istri? siapa suami? mereka menuunjukan laku bijak, bukan hanya KE AKUAN. karena sebuah ikatan harus lah SALING. :)
ReplyDeletecukup menangkupkan kedua tangan pd wajah.
ReplyDeletemengikuti irama bait-bait yg teramat mempesona (bagiku),
dan teteh memintal bijak sebuah nilai dalam kata2.
aku setuju. sangat.
berpasangan bukanlah menyunting 'manfaat' ke-aku-an, tapi lebih kepada keseimbangan antara ujung tali, dalam ikatan yg saling menguatkan.
(btw, aku sofyan (adik'y lonjong).
salam semesta. ^^
hihihihi,,,, de sofyan fotonya pake kaca mata teteh jadi pangling. :D
ReplyDeletedi sini bukanlah sulaman kebajikan dari benang bait yang berkilauan.
ku beri judul pekikan rasa. karena ini sebuah kejujuran dari daur ulang kisah pada altar kehidupan yang pernah ku pijak. tak ada yang harus di tutup, hanya irama tangan mengikuti kata hati. jika harus berkata "A" maka akan tertulis "A". begitu pula akan berbeda idealis penulis dan pengetik. sang penulis ialah apa yang ingin ia tulis. bukan apa yang ingin pembaca inginkan.