Dua Pria Kecil berlari pada trotroar jalan, dengan baju kumal, dengan telanjang kaki, mereka mengejar mobil-mobil yang berhenti tuk sekedar tengadahkan tangan, ada yang memberi, ada yang sekedar menggumal bahkan ada yang mencaci, namun nampaknya keduanya tidak peduli, setelah mendapat keping, mereka kembali berlari sambil kejar-mengejar.
“andi, dapat berapa hari ini?”
“dapat lima ribu, kamu berapa ge?”
“ha..ha... aku lebih banyak dong dapat lima belas ribu!”
“lihat dong ge!”
“lima ribu buat saya ya... ha... ha...”
“woi!!... tuh uang balikin”
Sambil meraup uang andi lari dari egi, dia menjauh dan berkejar dengan egi, egi yang tak terima uangnya diambil pun berlari sekencang mungkin, tak peduli makin panas gesekan aspal dengan kulit kaki. Egi tetap berlari hingga mendapatkan andi.
***
Egi dan andi adalah anak kecil yang berumur sepuluh tahun, karena ibu andi hanya serubut buruh cuci, dan tak mempunyai ayah, andi tak bisa bersekolah. Sedangkan egi dia mempunyai kedua orang tua, namun entah ke mana, ayah dan ibunya hilang ketika ada penertiban kota, egi terpisah sehingga dia tak mempunyai siapa-siap, mungkin hanya andi yang sekarang ia punya. Keduanya tinggal di kolong kota, mereka tidur di bawah jembatan layang, jika pagi datang, mereka harus bersiap mencari kepingan uang
***
“gi, makan yu, saya laper nih! Tapi kamu yang bayarin ya”
“ok. Tapi kita beli satu bungkus aja ya”
“ha... ha... siap deh”
“di warung mbok inah aja ya”
“hayu”
Sambil merangkul egi, andi berlalu pergi, dan menuju warung mbok inah untuk makan nasi, namun di tengah jalan mereka berpapas dengan bang bejo penjual mainan, langkah andi terhenti melihat mobi-mobilan yang menarik perhatiaanya. Dan andi pun menghentikan bang bejo orang yang tinggal pula pada kolong jembatan dan tak asing dengan kedua bocah kecil itu,
“bang bejo”
“hai ndy, egi. Mau kemana?” bang bejo berhenti dan menoleh kedua anak yang tak asing bagi dirinya
“mau makan bang ke warung mbak inah, egi lagi dapet duit banyak tuh” andy menggoda mata ke egi.
“boong bang, Cuma dapat lima belas ribu tapi di rampok andi tuh!!” sambil manyun egi menimpali.
“ha...ha..” Bang bejo tertawa
“abang mau jualan ya?”
“iya nih ndy, abang mau keliling”
“bang mobila-mobilan yang warna merah itu bagus, berapa harga bang?” andi bertanya kepada bang bejo, sambil memegangi mobil merah itu.
“35 ribu ndi, andi mau?”
Andi melirik kepada egi.
“nanti aja ndi, tabungan kita gak boleh di pake loh”
Egi tau maksud lirikan andi, agar mereka mengambil simpanannya untuk membeli mobil yang merah itu. Dan nampaknya andi sangat menyesal atas keputusan egi, karena andi ingin sekali
“sudahlah bang nanti aja...”
“ya sudah abang keliling ya ndy, ge..”
Keduanya akhirnya meninggalkan bang bejo dan berlalu pergi... untuk menuju mbok inah...
begitulah keduanya selalu berbagi dalam segalah hal, makan, tempat tidur bahkan tabungan pun mereka jadikan satu kaleng dan di kubur dalam tanah di bawah pohon cemara tempat peristirahatan ketika keduanya menutup senja, tak ayal pula baju yang mereka kenakan pun bergantian.
Ketika andi kena garukan satpol PP egi turut serta dengannya, katanya kalau andi tak ada dia mau bermain dengan siapa. Bagi egi dimanapun tempatny asal ada andi pasti bisa dilalui bagaimanapun kehidupan susah asal ada andi dia takan menyerah andilah harta yang paling berharga bagi egi, andi segala-galanya...
Usai makan pada sore hari, mereka akan pergi ke kali sekedar mandi, beristirahat di sebuah tempat berpohon rindang, ada pohon amat sangat tinggi dan menjulang ke atas, pohon itu pohon cemara yang tua, entah berapa ribu tahun pohon itu sudah ada, ranting, rantingnya amat sangat banyak hingga daunnya menuai ke bawah, dibawah angin sepoi, membuai mereka meredakan kepala hingga memuai mimpi, jarang tempat itu di lalui oleh siapapun juga. untuk itu mereka menamakannya tempat rahasia.
Dari situ mereka mampu melihat gedung-gedung pencakar langit, dari situ pula mereka punya cita-cita suatu saat nanti mereka akan membikin gedung itu dan mengajak semua yang di kolong jembatan tinggal bersamanya, untuk itu mereka selalu menyisihkan uang dalam kaleng yang terkubur di bawah pohon cemara.
Begitulah hari berputar dengan kegiatan yang sama dan berulang, menjemukan mungkin, bagi semua orang yang tak pernah merasa bahagia dan cukup harta, namun bagi keduanya semuanya tetap mengalir dengan ceria.
Ketika matahari terbenam mereka pun beranjak pergi ke ketempat singgah....
***
“egi bangun (andi membangunkan egi yang pulas tidur bertilaskan kardus di atas tanah) udah mulai siang nih”
“bentar lagi ndi....”
“egi bangun” andi menarik-narik egi, namun tak beranjak pula egi dari tempat tidurnya.
Akhirnya andi pun pergi berlalu tampa egi menyertainya, pergi ketempat biasanya ia mencari kepingan – kepingan di lampu merah...
Dan ketika egi bangun, andi sudah tak ada.
“ibu andi mana?”
Egi bertanya kepada ibu andi.
“sudah berangkat ge, mungkin ketempat biasanya, egi susul andi kesana aja”
Namun belum beranjak pergi egi dari gubuk andi, terlihat bang bejo penjual mainan itu lari tergopoh-gopoh, dan sambil berteriak memanggil ibu andi.
“ ibu... ibu.. ibu...”
Sontak egi pun keluar dari gubuk itu, sesampainya di luar, egi lunglai melihat anak yang di papah oleh bang bejo, pun juga ibu andi yang histeris menangis.
“ibu, andi kena tabrak lari, waktu memungut uang di jalan sepertinya. Saya melihat andi sedang di krumuni orang banyak bu, melihat itu andi. saya langsung membawanya kerumah sakit, tapi pihak rumah sakit meminta administrasi di lunasi di muka dulu. Saya tidak mengantongi uang bu, hanya ada empat puluh rupiah di kantong saya, dan itu kurang, hingga akhirnya andi meninggal sebelum pengobatan”
Begitu sekilas penuturan bang bejo, kepada ibu andi meraung kehilangan anak semata wayangnya, egi pun tak kuat ponggah badannya, ia pingsan dan tak sadarkan diri melihat sahabatnya berlimpah darah, sewaktu andi bangun, andi sudah tak menemukan jasad andi lagi, andi sudah di makamkan, egi menyesal kenapa egi tak mengijinkan andi membeli mobil-mobilan, egi menyesal kenapa egi tak bangun pagi tadi untuk menemani andi ke lampu merah, setidaknya kalau egi ada, andi pasti tak akan kecelakaan, egi berlimpah dalam relung banyak kekesalannya.
Egi berlari, berlari ke pinggir kali mengambil setumpuk uang di bawah pohon cemara, dan membeli mobil-mobilan merah itu dari bang bejo, karena ia tau andi pasti masih menginginkannya di alam sana.
Hingga sampai saat ini... sampai ia dewasa, egi selalu di temukan dengan mobil-mobilan merahnya dan seakan bermain selalu dengan temannya. Mengelilingi kota ... dengan badan tanpa busana.
pojok kota cirebon
28-05-2011
No comments:
Post a Comment